Ratusan Guru Turki Berjilbab yang Dipecat pada 1997 Kini Kembali Mengajar
Lebih dari 600 guru perempuan yang dilarang mengajar pada tahun 1997 lalu kini kembali ke sekolah. Pemerintah Erdogan telah memulihkan hak-hak mereka setelah menghapus larangan jilbab yang diberlakukan pemerintah Turki sebelumnya.
665 guru tersebut kembali mendapatkan SK guru dari Departemen Pendidikan pada Selasa (15/1) dan mulai mengajar di sekolah-sekolah pada hari ini.
Kementerian mengumumkan secara resmi pemulihan bagi mereka yang kehilangan pekerjaan karena peraturan berpakaian pada 28 Februari 1997 setelah pemerintah Erdogan mengubah peraturan dan mengizinkan pemakaian jilbab di sebagian besar lembaga resmi termasuk DPR, lansir WorldBulletin, Rabu (16/1).
Ketua Persaudaraan Pendidik Perempuan Safiye Ozdemir mengatakan keputusan ini menggembirakan meskipun terlambat. Ia juga meminta hak-hak pribadi guru harus diberikan oleh peraturan baru.
"Selama masa '28 Feb', ribuan siswa, guru, polisi, tentara dan dokter telah ditindas dan diberhentikan oleh praktek-praktek yang melanggar hukum, atau dipaksa mengundurkan diri," kata Ozdemir.
Memorandum Militer 28 Februari adalah sejumlah keputusan yang dikeluarkan oleh militer Turki pada tahun 1997 sebagai tanggapan atas apa yang dilihatnya sebagai tumbuhnya ideologi Islam di Turki.
Perdana Menteri Necmettin Erbakan kemudian dipaksa untuk menandatangani keputusan tersebut menjadi undang-undang, yang mencakup larangan jilbab, penutupan sekolah Islam dan langkah-langkah untuk mengontrol media.
Segera setelah masa memorandum, Erbakan mengundurkan diri dari jabatannya dan pemerintah runtuh. Masa ini kemudian dikenal sebagai "kudeta postmodern" karena mengakhiri pemerintahan tanpa menyebabkan pembubaran parlemen atau suspensi konstitusi. [IK/WorldBulletin/BersamaDakwah]
665 guru tersebut kembali mendapatkan SK guru dari Departemen Pendidikan pada Selasa (15/1) dan mulai mengajar di sekolah-sekolah pada hari ini.
Kementerian mengumumkan secara resmi pemulihan bagi mereka yang kehilangan pekerjaan karena peraturan berpakaian pada 28 Februari 1997 setelah pemerintah Erdogan mengubah peraturan dan mengizinkan pemakaian jilbab di sebagian besar lembaga resmi termasuk DPR, lansir WorldBulletin, Rabu (16/1).
Ketua Persaudaraan Pendidik Perempuan Safiye Ozdemir mengatakan keputusan ini menggembirakan meskipun terlambat. Ia juga meminta hak-hak pribadi guru harus diberikan oleh peraturan baru.
"Selama masa '28 Feb', ribuan siswa, guru, polisi, tentara dan dokter telah ditindas dan diberhentikan oleh praktek-praktek yang melanggar hukum, atau dipaksa mengundurkan diri," kata Ozdemir.
Memorandum Militer 28 Februari adalah sejumlah keputusan yang dikeluarkan oleh militer Turki pada tahun 1997 sebagai tanggapan atas apa yang dilihatnya sebagai tumbuhnya ideologi Islam di Turki.
Perdana Menteri Necmettin Erbakan kemudian dipaksa untuk menandatangani keputusan tersebut menjadi undang-undang, yang mencakup larangan jilbab, penutupan sekolah Islam dan langkah-langkah untuk mengontrol media.
Segera setelah masa memorandum, Erbakan mengundurkan diri dari jabatannya dan pemerintah runtuh. Masa ini kemudian dikenal sebagai "kudeta postmodern" karena mengakhiri pemerintahan tanpa menyebabkan pembubaran parlemen atau suspensi konstitusi. [IK/WorldBulletin/BersamaDakwah]
0 komentar:
Post a Comment